Hari ini kembali kumembuat
satu orang anakku mengalirkan air mata
Kutatap wajahnya yang berbalur air mata
entah telah berapa lama dia menggenang dan mengalir dari sana
Aku tak mau pindah bunda ... bisikmu pilu
Kau harus pindah ... kataku sedih
Aku sulit beradaptasi lagi bunda
Kau bisa ... dan kuharap kau bisa
Kataku pasti, sambil berusaha memalingkan mukaku
Kalau kau tahu .. akupun berduka
Kembali aku terpaksa mengorbankan orang lain
Disaat ada yang salah
Tuhan ... aku tak tahu apa keputusanku benar adanya
Tuhan ... aku tak tahu apakah ini yang terbaik untuk dia
Menjadi penentu ... dari hari ke hari ... berat ... kurasa
Mesti kucoba melalui dengan senyum termanis yang aku bisa
Sabtu, 31 Juli 2010
Jumat, 30 Juli 2010
Menatap Matahari
Melihatmu ....
selalu ada rasa nikmat mengamati warna warnamu
Melihatmu ....
selalu kurindukan penciptamu
Tuhan ...
semua nikmatmu telah kuterima ... sangat banyak tanpa kuminta
semua nikmatmu telah kurasa ... kadang tanpa kusadari dia ada
Maafkan aku yang sering kali lupa
Maafkan aku yang sering tidak merasa
Maafkan aku yang hanya pandai meminta
Kujengah melihat matahari
Yang patuh tanpa bertanya
Kujengah menatap matahari yang selalu bersinar terang
Mesti mendung menggelayut diantara kita
Kujengah melihat indahnya warna matahari yang selalu menebar pesona
Mesti aku tak pedulikannya
Jauh dilubuk hatiku
Kuinginkan aku mampu seperti matahari Mu
Yang berputar mengikuti waktu
Yang tak pernah ragu menatap siangMu
Yang tak pernah peduli akan tebalnya mendung Mu
Yang terus memancarkan warna di sekitarnya
Yang terus konsisten berputar tanpa bicara lelah
Yang terus menerang tanpa pedulikan ada siapa disana
selalu ada rasa nikmat mengamati warna warnamu
Melihatmu ....
selalu kurindukan penciptamu
Tuhan ...
semua nikmatmu telah kuterima ... sangat banyak tanpa kuminta
semua nikmatmu telah kurasa ... kadang tanpa kusadari dia ada
Maafkan aku yang sering kali lupa
Maafkan aku yang sering tidak merasa
Maafkan aku yang hanya pandai meminta
Kujengah melihat matahari
Yang patuh tanpa bertanya
Kujengah menatap matahari yang selalu bersinar terang
Mesti mendung menggelayut diantara kita
Kujengah melihat indahnya warna matahari yang selalu menebar pesona
Mesti aku tak pedulikannya
Jauh dilubuk hatiku
Kuinginkan aku mampu seperti matahari Mu
Yang berputar mengikuti waktu
Yang tak pernah ragu menatap siangMu
Yang tak pernah peduli akan tebalnya mendung Mu
Yang terus memancarkan warna di sekitarnya
Yang terus konsisten berputar tanpa bicara lelah
Yang terus menerang tanpa pedulikan ada siapa disana
Sabtu, 24 Juli 2010
Ikhlas
Sering saya bertanya-tanya dalam hati ,,, apa sih yang disebut dengan ikhlas ... ?
Begitu banyak teori menjabarkan ikhlas dalam berbagai sudut pandang ... namun ternyata tetap tak mampu menenangkan hati dan mampu mengajarkan saya untuk mengenal ikhlas dengan baik.
Rasullullah pernah mengajarkan ke kita contoh ikhlas yang mungkin dapat menjadi gambaran ikhlas yang nyata.
Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis buta yang belum diberi kesempatan bersentuhan dengan Islam dan sangat suka mencaci maki Rasul Muhammad, orang yang belum pernah ditemuinya, kepada siapapun yang melintas di hadapannya.
Suatu hari sampailah cerita tentang caci maki pengemis buta itu ke telinga Rasul Muhammad. Esok paginya, laki-laki mulia itu pergi dari rumah sambil membawa semangkuk bubur gandum. Sejak saat itu hingga sakit dan wafatnya Rasul Muhammad tak pernah absen satu hari pun pergi dari rumah dengan semangkuk bubur gandum. Meskipun beliau pada saat menyuapi melihat dan mendengar langsung semua caci maki si pengemis buta ... setiap hari.
Setelah Rasul Muhammad wafat, sahabat yang menjadi khalifah pertama, Abu Bakar, datang berkunjung menemui Aisyah, istri Rasul Muhammad yang juga putri dari Abu Bakar. Abu Bakar bertanya "wahai putriku, sunnah apakah yang dilakukan Rasul Muhammad yang belum aku jalankan?" Aisyah menjawab "Wahai ayahku, setiap pagi beliau pergi ke sudut pasar Madinah sambil membawa semangkuk bubur gandum dan menyuapi seorang pengemis buta".
Keesokan paginya berangkatlah Abu Bakar dengan semangkuk bubur gandum menuju pasar Madinah. Setelah ditemukannya pengemis buta itu maka Abu Bakar berjongkok dan mulai menyuapi si pengemis.
Baru sendok pertama, pengemis itu tersadar dan memegang tangan Abu Bakar sambil berkata "Engkau bukan orang yang biasa menyuapiku". Abu Bakar menjawab "Aku orang yang biasa menyuapimu". Sang pengemis berkata lagi "Engkau bukan orang yang biasa menyuapiku karena orang itu selalu menghaluskan lebih dulu bubur gandum dengan sabar dan meniup hingga agak dingin sebelum menyuapiku".
Abu Bakar berlinang airmata begitu mendengar kata-kata si pengemis lalu "Orang yang biasa menyuapimu telah wafat dan aku ingin meneruskan semua perilaku yang dicontohkannya". Sang pengemis bertanya "Siapakah gerangan orang yang telah dengan begitu sabar dan telaten kepadaku yang hanya pengemis ini?". Abu Bakar menjawab "Namanya Muhammad, seorang Rasul". Dengan suara serak penuh tangis sang pengemis berkata "Sungguh aku telah mencaci makinya selama ini".
Ikhlas ... inilah gambaran keikhlasan yang sungguh sungguh nyata dari Rasullullah.
Diantara cacian dintara hinaan ... beliau tetap rutin dan memberikan yang "terbaik" untuk si pengemis itu.
Caci maki ternyata tak mampu merubah sikapnya, beliau tidak peduli ... apakah si pengemis itu akan suka atau tidak terhadap dirinya ... beliau tetap melakukannya dengan tindakan terbaik yang membuat pengemis itu mampu membedakan beliau dengan lainnya.
Subhanallah ...
Mungkinkah saya mampu menirunya ... ?
Begitu banyak teori menjabarkan ikhlas dalam berbagai sudut pandang ... namun ternyata tetap tak mampu menenangkan hati dan mampu mengajarkan saya untuk mengenal ikhlas dengan baik.
Rasullullah pernah mengajarkan ke kita contoh ikhlas yang mungkin dapat menjadi gambaran ikhlas yang nyata.
Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis buta yang belum diberi kesempatan bersentuhan dengan Islam dan sangat suka mencaci maki Rasul Muhammad, orang yang belum pernah ditemuinya, kepada siapapun yang melintas di hadapannya.
Suatu hari sampailah cerita tentang caci maki pengemis buta itu ke telinga Rasul Muhammad. Esok paginya, laki-laki mulia itu pergi dari rumah sambil membawa semangkuk bubur gandum. Sejak saat itu hingga sakit dan wafatnya Rasul Muhammad tak pernah absen satu hari pun pergi dari rumah dengan semangkuk bubur gandum. Meskipun beliau pada saat menyuapi melihat dan mendengar langsung semua caci maki si pengemis buta ... setiap hari.
Setelah Rasul Muhammad wafat, sahabat yang menjadi khalifah pertama, Abu Bakar, datang berkunjung menemui Aisyah, istri Rasul Muhammad yang juga putri dari Abu Bakar. Abu Bakar bertanya "wahai putriku, sunnah apakah yang dilakukan Rasul Muhammad yang belum aku jalankan?" Aisyah menjawab "Wahai ayahku, setiap pagi beliau pergi ke sudut pasar Madinah sambil membawa semangkuk bubur gandum dan menyuapi seorang pengemis buta".
Keesokan paginya berangkatlah Abu Bakar dengan semangkuk bubur gandum menuju pasar Madinah. Setelah ditemukannya pengemis buta itu maka Abu Bakar berjongkok dan mulai menyuapi si pengemis.
Baru sendok pertama, pengemis itu tersadar dan memegang tangan Abu Bakar sambil berkata "Engkau bukan orang yang biasa menyuapiku". Abu Bakar menjawab "Aku orang yang biasa menyuapimu". Sang pengemis berkata lagi "Engkau bukan orang yang biasa menyuapiku karena orang itu selalu menghaluskan lebih dulu bubur gandum dengan sabar dan meniup hingga agak dingin sebelum menyuapiku".
Abu Bakar berlinang airmata begitu mendengar kata-kata si pengemis lalu "Orang yang biasa menyuapimu telah wafat dan aku ingin meneruskan semua perilaku yang dicontohkannya". Sang pengemis bertanya "Siapakah gerangan orang yang telah dengan begitu sabar dan telaten kepadaku yang hanya pengemis ini?". Abu Bakar menjawab "Namanya Muhammad, seorang Rasul". Dengan suara serak penuh tangis sang pengemis berkata "Sungguh aku telah mencaci makinya selama ini".
Ikhlas ... inilah gambaran keikhlasan yang sungguh sungguh nyata dari Rasullullah.
Diantara cacian dintara hinaan ... beliau tetap rutin dan memberikan yang "terbaik" untuk si pengemis itu.
Caci maki ternyata tak mampu merubah sikapnya, beliau tidak peduli ... apakah si pengemis itu akan suka atau tidak terhadap dirinya ... beliau tetap melakukannya dengan tindakan terbaik yang membuat pengemis itu mampu membedakan beliau dengan lainnya.
Subhanallah ...
Mungkinkah saya mampu menirunya ... ?
Langganan:
Postingan (Atom)