Sabtu, 15 Agustus 2009

Perilaku Cinta Kebersihan

Membaca catatan Hary Bowo di www.wikimu.com tentang negeri Jepang

Jepang mengkampanyekan slogan Utsukushi kuni (Negara Jepang yang cantik), meskipun di setiap sudut negeri ini sudah terlihat bersih. Kebersihan memang menjadi ciri utama Jepang, yang rasanya sulit di jumpai di negara lain. Disiplin dalam membuang sampah telah membudaya di masyarakat. Baru-baru ini Chukyo University, salah satu universitas di Jepang mengeluarkan edaran mengenai terbentuknya Gomihiroi-tai di kampus. Gomihiroi-tai artinya pasukan pemungut sampah yang bertujuan mewujudkan kampus Chukyo sebagai yang tercantik di Jepang. Saat ini anggota pasukan ini mencapai 85 orang sukarelawan dan sukarelawati kampus. Edaran ini meminta partisipasi dari para dosen dan staf agar bergabung di pasukan ini. Saat bergabung calon anggota pasukan itu harus mematuhi aturan-aturan sebagai berikut:

  1. Sampah yang jatuh di kampus harus dipungut dengan tangan kosong (sude), tidak boleh memakai alat. Memungut kotoran anjing/kucing hanya diperuntukkan bagi mereka yang bernyali besar saja (yuuki no aru hito)
  2. Jika menemukan puntung rokok atau permen karet, anda tidak boleh pura-pura seolah tidak melihatnya
  3. Saat berjalan kaki di kampus, anda harus memperhatikan jika ada sampah yang harus dipungut dalam area sekitar anda pada radius 10 meter
  4. Jka anda melihat sampah jatuh di halaman kampus, anda tidak boleh mengumpat Daregasuteta! Bakayaroo! (siapa sih yang buang sampah ini?!... bego amat sih...!!). Anda harus memungut sampah itu dengan senang dan hati ringan.
  5. Saat memungut sampah itu, anda tidak boleh merasa malu atau merasa kurang pantas (kakko warui). Pungutlah dengan wajah ceria dan senyum di wajah.
Akan menjadi lembaga yang hebat, jika ini bisa dilaksanakan di semua tempat di Indonesia.
Indonesia cantik ... visi masyarakatnya

Disiplin dan lembaga

Peran personalia di dalam suatu lembaga, hampir selalu di-identik-kan dengan angker, galak, kaku, penghukum ... dan sebagainya, sehingga dalam suatu lembaga, dipanggil oleh personalia selalu diiringi dengan pertanyaan "salah apakah saya ?"

Menarik membaca tulisan Steve Pavlina dalam blognya http://www.stevepavlina.com yang menganalogkan membangun disiplin diri seperti melatih otot.

Dalam kaitannya dengan lembaga membangun disiplin karyawan juga memiliki strategi yang sama, perlu upaya yang terus menerus dan kontinyu, sehingga lembaga semakin kuat. Semakin tidak peduli lembaga terhadap pelanggaran disiplin akan semakin lemah lembaga terhadap penegakkan disiplin karyawan. yang berakhir dengan sikap "suks-suka saya"

Cara untuk membangun disiplin oleh Pavlina dianalogkan sama dengan melakukan latihan / olah raga untuk membangun otot. yang berarti mengangkat beban dari mulai batas teringan hingga terberat / maksimal beban yang mampu diangkat. Memaksa otot-otot sampai tidak kuat lagi.

Membangun disiplin juga harus bersusah payah dan mengerahkan segenap tenaga/kekuatan. Bukan berarti hanya mencoba melakukannya setiap hari, tetapi juga bukan berarti melakukan sesuatu yang dapat dengan mudah tetapi juga harus dengan kekuatan maksimal mendekati batas kekuatan karyawan.

Salah jika membangun disiplin hanya kadang-kadang, kadang kadang ditertibkan, kadang kadang dibiarkan. Konsistensi sangat diperlukan agar kekuatan setahap demi setahap terbentuk.

Pavlina menggambarkan jika hanya mampu mengangkat sepuluh kilogram beban, selamanya Anda hanya bisa mengangkat sepuluh kilogram beban selamanya. Bukan sesuatu yang memalukan jika Anda memulai dari apa yang bisa Anda lakukan. Dengan latihan, Anda akan menjadi semakin kuat. Mungkin anda akan bisa mengangkat beban seratus kilogram suatu saat nanti, tanpa anda sadari sebelumnya. Jika sekarang Anda sangat tidak disiplin, perlu dilatih sehingga Anda dapat menjadi semakin disiplin. Semakin Anda disiplin, hidup Anda semakin mudah untuk dijalani. Tantangan yang pada mulanya terlihat mustahil bagi Anda untuk dijalani, akhirnya akan tampak seperti mainan anak-anak. Saat Anda semakin kuat, berat beban yang sama akan terasa semakin ringan.

Bukan hal yang mengada-ada jika kemudian lembaga mulai mengetrapkan aturan-aturan yang lebih ketat dalam meningkatkan disiplin karyawan, karena ini merupakan upaya lembaga dalam meningkatkan kemampuan karyawannya terhadap disiplin.

SOP

Di sebuah lembaga, selalu dibuat berbagai aturan main yang dapat mengikat semua orang di dalamnya yang disebut SOP. dengan tujuan
  1. Agar karyawan dapat menjaga konsistensi dan tingkat kinerjanya
  2. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsinya dalam lembaga
  3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawabnya.
  4. Melindungi lembaga dan karyawan dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.
  5. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi
Fungsi SOP sebenarnya untuk
  1. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja.
  2. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
  3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.
  4. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja.
  5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.

Seharusnya SOP harus sudah ada sebelum suatu pekerjaan dilakukan, agar dapat dievaluasi apakah pekerjaan tersebut sudah dilakukan dengan baik atau tidak, untuk itu Uji SOP sebelum dijalankan, lakukan revisi jika ada perubahan langkah kerja yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja.

SOP yang baik akan dapat menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat komunikasi dan pengawasan dan menjadikan pekerjaan diselesaikan secara konsisten, karyawan akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan tahu apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan

Namun sebagus-bagusnya SOP, selalu saja ada delik yang dapat disiasati oleh karyawan "nakal" agar dapat mengambil keuntungan bagi diri sendiri yang cenderung merugikan perusahaan atau karyawan lain. Sehingga evaluasi SOP perlu dilakukan, jika ternyata terbukti tidak cukup mampu mendisiplinkan karyawan.